Hay welcome back to my blogspot, sorry udah lama banget engga update dan cerita ini jadi terbengkalai padahal sebenernya udah beres nulisnya sampai tamat cuma belum sempet dipublish aja, semoga masih ada yang tunggu cerita ini , and enjoy your read salam sayang firaoh _fira
Cast : Rana & Justine
Soundtrack : Tangga Kesempatan ke 2
Jejak Luka 8
“ Honey Liat
bukankah jam tangan ini sangat pas untukku?”
Justin
menjulurkan tangannya meminta pendapat Rana
tentang jam tangan yang dipakainya.
Rana terdiam
.
Matanya
memandang lekat jam tangan yang dipakai Justin.
Pandangannya
berubah datar, ia ingat betul jam tangan yang dikenakan Justin suaminya.
Ia tahu
betul jam tangan itu, karena ia sendiri yang memberikan jam tangan itu saat
suaminya berulang tahun.
Seketika
bayangan Yumna yang memberikan jam tangan yang sama langsung memenuhi pikiran Rana.
Dulu Justin
lebih memilih jam tangan Yumna.
Bahkan
Justin memberikan ciuman ’mesra’ kepada Yumna.
Sedangkan
saat Rana memberikan Jam tangan itu Justin menatap datar jam tangan itu dan hanya mengucapkan terimakasih samar dan dengan acuh tak acuh berjalan menuju Yumna.
Dengan
langkah perlahan Rana mendekati Justin yang masih tersenyum menatapnya.
Digapainya tangan Justin untuk sekedar melihat jam tangan yang dulu ia berikan
kepadanya.
Sangat pas dan cocok.
Bahkan benda
itu seolah-olah dibuat hanya untuk Justin.
Prannggg
Dalam
hitungan detik jam tangan itu telah mendarat mulus mengenai lantai kamar
mereka.
Membuat jam
tangan itu hancur tak berbentuk.
Justin
menatap nanar sikap istrinya.
Matanya
tiba-tiba berkaca-kaca air matanya telah berkumpul dipelempuk matanya bersiap
keluar kapan saja.
“ Kau... aku
membencimu Justin sangat membencimu.”
Justin
terisak pelan mendengar ucapan menyakitkan dari istrinya untuk yang ke sekian
kali nya.
Menyisakan
kepedihan terdalam dihatinya.
Kenapa semua
yang ia lakukan selalu salah di mata Rana?
Kenapa semua
usahanya seakan berdampak seakan sia-sia?
Apa istrinya
benar-benar menutup hatinya?
“ Kenapa
Honey? Kenapa kamu bersikap seperti ini ?” Justin tertunduk dalam.
“ Kau tahu
Aku menyesal mengenal pria brengsek sepertimu “ ucap Rana sembari menatap Datar
Justin.
Tidak peduli
dengan isakan Justin yang memilukan hati.
Bahkan,
mungkin orang tidak akan menyangka orang sedingin justin bisa menangis hanya
karena seorang wanita.
“ Maafkan
Aku. Aku mohon beri Aku kesempatan lagi untuk memperbaikinya.”
“Kesempatan?.”Lirih
Rana.
Suaranya
sangat pelan dan sedikit lembut saat mengatakan itu. Jauh berbeda dari nada
yang ia
gunakan sebelumnya.
"Kau
tau Justin? Sesungguhnya, setiap hari yang dulu kita lewati ketika kau bersamanya... kesempatan itu selalu ada untukmu. Aku menunggumu setiap harinya
karena kesempatan itu masih ada. Bukan kesempatan kedua yang aku berikan tapi
ketiga, keempat, dan seterusnya hingga aku mulai lelah. Dan sekarang kau
meminta kesempatan lagi?".
Rana
bertanya dengan nada sinis yang sangat kentara diakhir kalimatnya.
Justin
terdiam kala rentetan perkataan itu terus meluncur dari bibir merah alami
istrinya.
Dirinya
berusaha menyesapi setiap makna yang terkandung dalam setiap kalimat yang
terlontar dari mulut istrinya.
Mencoba
mengerti bagaimana betapa sulitnya selama ini Rana mencoba bertahan untuk tetap disisinya.
"Aku
tidak pernah memintamu untuk menjauhinya. Aku hanya memintamu menghargaiku sebagai istrimu Justin. Tapi saat kalian bersorak gembira saat kehamilannya,
saat itu juga kesempatan itu lenyap. Tak peduli seberapa aku mencintaimu, tidak
peduli seberapa berharganya kau bagiku. Aku tetaplah seorang wanita biasa
Justin. Yang bisa merasakan sakit dan kecewa saat melihat suaminya bahagia atas
kehamilan wanita gelapnya. Dan dari situ pula aku berpikir bahwa aku telah
kalah. Aku telah kalah memenangkan hatimu."
Tampak
air mata yang telah mengalir dengan sempurna saat Rana mengakhiri
penjelasannya.
Mata sewarna madunya menatap sendu kearah Justin.
"Hampir
disetiap sudut ruangan di mansion ini hanya ada kenangan kalian berdua. Tidak
ada
aku disana. Bagi kalian aku hanyalah patung berjalan yang tak
terlihat."
Rana
tersenyum miris saat mengingatnya.
Rentetan
adegan demi adegan yang terus berputar bagaikan kaset rusak terus memenuhi kepalanya. Menambah rasa sakitnya dan membuatnya semakin membenci seorang Abdiel
Justin Gilbert.
Rana
tak menangis hanya cairan bening yang terus keluar dari pelupuk matanya yang mencerminkan betapa menderitanya ia, betapa sakitnya ia.
Dan
betapa bodohnya ia karena telah dibodohi oleh cintanya sendiri.
"Mana
janjimu dulu Tuan Justin?"
Justin
menengadah, matanya menatap langsung mata coklat yang terus mengeluarkan air mata
dari pelupuk
matanya.
Tak
ada isakkan.
Tak
ada jeritan.
Yang
ada hanya air mata yang menetes dari sepasang coklat madu indah itu seolah mencerminkan betapa menderitanya Rana berada disisinya.
Ia
sakit saat Rana menghakiminya seperti ini karena kesalahannya di masa lalu.
Tapi, Justin sadar hati Rana jauh lebih
sakit dari hatinya.
"Kau
tidak hanya membohongi ku. Kau membohongi Tuhan, orang tuaku, orang tuamu, dan
semua orang."
Justin
mencoba menggapai tubuh Rana yang saat ini sudah merosot dilantai.
Mencoba merengkuhnya kedalam pelukannya, tapi dengan cepat tangan Rana menepisnya
kasar.
Menolaknya.
"Aku
akan memperbaikinya. Aku bersumpah honey!"
"Kau
ingin memperbaikinya? Apa kau bisa memperbaiki hatiku yang sudah hancur tak
berbentuk?"
"Sekalipun
hatimu hancur, aku tetap akan memperbaikinya. Kumohon, aku akan merangkai hatimu hingga utuh kembali. Tetaplah berada disisiku selamanya."
"PERCUMA"
teriakan Rana menggema di kamar mereka.
Menambah
luka hati Justin dan mungkin juga menambah luka hati Rana .
Komentar
Posting Komentar