Jejak Luka Part 6
“ Bagaimana
? Apa sudah ada tanda-tandanya?” Rana menggeleng pelan, sedangkan Sarah ibu
dari Justin hanya menghembuskan nafasnya.
“ Tidak
apa-apa, kalian masih muda. Jika kalian lebih berusaha lagi pasti membuahkan
hasilnya.” Ujar Sarah memberikan semangat kepada menantunya.
Justin hanya
mendengarkan percakapan antara istrinya Rana dengan ibunya Sarah dalam diam.
Justin
mengerti jika ibunya sangat berharap kehadiran seorang bayi dalam keluarga mereka.
Tapi
bagaimana bisa ada kehadiran bayi jika wanita yang akan mengandung menolak
kehadiran seorang bayi didalam rahimnya.
“ Bagaimana
dengan keadaan perusahaan Justin ?.”
Kali ini
Martin Ayah Justin yang bertanya kepada Justin guna membuka obloran mereka
berdua.
Justin
menjelaskan dengan segala kejeniusannya tentang keadaan perusahaan pada Ayahnya
menambah point lebih dari sang Gilbert muda itu.
Betapa Rana
beruntung beruntung memilikinya.
Namun tidak
bagi Rana.
Mengingat
betapa sulitnya ia bertahan membuatnya seakan buka dengan pesona seorang Abdiel
Justin Gilbert.
Membuatnya
hanya terpaku pada rasa bencinya yang semakin hari semakin bertambah.
Memiliki
lelaki tampan tak selamanya bisa membuat bahagia.
“ Justin
tidak membuatmu terluka kan?.” Pertanyaan dari Sarah membuat Rana tersadar dari
lamunannya.
Ini adalah
pertanyaan rutin yang selalu Sarah tanyakan kepada Rana setiap kali Rana
bertamu ke rumah mertuanya itu.
Dengan cepat
Rana menggelengkan kepalanya tegas sambari tersenyum meyakinkan.
Sarah dan
juga Rana begitu dekat hingga banyak orang yang salah mengira bahwa keduanya
adalah ibu dan anak kandung, hubungan keduanya tidak terlihat seperti menantu
dan mertua.
Mereka
sangat akrab dan sama-sama memiliki kepribadian penyayang dan lembut namun
tegas dalam mengambil keputusan.
Sarah memang
sangat mengenal istri anaknya itu, Rana.
Dan sejauh
ini tatapan itu masih sama seperti pertama kali gadis itu sadar dari komanya.
Begitu
kosong dan dingin.
Berbeda saat
pertama kali Justin memperkenalkannya.
Dan
merencanakan pesta pernikahan.
Saat itu
tatapan Rana begitu ceria dan hangat.
Namun,
kehangatan yang dulu yang begitu terpancar kini sudah redup dan tertutup rapat.
Oleh sebuah dinding yang membatasinya.
Sarah meraih
bahu menantunya, lalu membawa Rana kedalam dekapannya hangatnya.
Menghantarkan
getaran tersendiri untuk Rana.
Sesungguhnya
Rana sendiri tidak mengerti dengan tindakan Sarah, tapi ia selalu menerimanya,
karena ia memang membutuhkannya.
“ Lebih baik
kalian menginap disini. Cuaca sedang buruk. Aku ingin tidur dengan menantuku.”
Ucap Sarah sembari mengelus sayang puncak kepala Rana.
Bahkan
mungkin Justin saja yang notabene anaknya tidak pernah diperlakukan seperti
itu.
“ Lihat
Ibumu sangat menyayangi istrimu .” Kekeh Martin melihat keakraban Sarah dan
Rana.
Justin hanya
memperhatikan keduanya dalam diam, tak menjawab ucapan Martin.
Andai saja
ia memiliki keberanian sebanyak dulu.
Mungkin saja
ia akan menarik Rana kedalam pelukannya yang posesif seperti candaannya dulu
saat mereka berdua massih pengantin baru.
Bahkan, Rana
saja mampu menaklukan hati Sarah yang notabene begitu lihai dalam menilai orang
yang dekat dengannya.
Rana memang
layak disayangi.
Tapi mengapa
Justin justru melakukan hal yang sebaiknya.
Komentar
Posting Komentar